Jika sekiranya penduduk suatu negeri benar-benar iman dan takwa, pasti Kami akan membukakan berbagai barokah dari langit dan bumi. (QS. Al A’raf: 96) . Namun pada kelanjutan ayat di atas memang ada ancaman keras. Tapi karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan (zalim) mereka. Arti barokah sendiri bertemu pada pertumbuhan dan pertambahan (kebaikan). Barokah terjadi pada waktu, ilmu dan harta. Intinya, produktivitas yang tercipta dari waktu (termasuk umur), ilmu dan harta melampaui nilai nominalnya. Barokah terjadi pada sesuatu yang sedikit, yang apa adanya, namun menghasilkan banyak. Barokah merupakan karunia Ilahiyah yang hanya diberikan pada puncak spiritualitas keimanan dan ketakwaan sesorang. Maka jika kehidupan kita dan negeri ini dikatakan telah kehilangan barokah, penyebab terbesarnya adalah kadar keimanan dan ketakwaan kita yang dari hari ke hari terus merosot. Bahkan terus hilang sama sekali. Barokah adalah buah. Ada pohon, akar, daun dan ranting-rantingnya. Artinya, ia hanya akibat dari sebuah proses. Bila pohonya tumbuh dengan baik, barokah itu juga akan menjadi buah yang ranum untuk dinikmati. Sebaliknya, bila tidak ada pohonya, atau ada tetapi secara gersang, maka barokah pun menjadi mimpi belaka. Dalam Al Qur’an surat Al A’raf: 96 di atas jelas, bahwa pohon barokah yang dimaksud itu adalah iman. Besar kecilnya, kuat lemahnya iman, memberi pengaruh yang segnifikan terhadap melimpah atau tersumbatnya barokah. Maka sebuah negeri dengan segala atribut peradabanya, juga berbagai bencana dan musibah yang melandanya, seperti di negeri kita saat ini, adalah penjelasan tentang kadar keimanan penduduknya. Penyakit yang akhir-akhir ini marak bermunculan bak jamur di musim penghujan; flu burung, antrax, DBD, cikungunya, HIV/AIDS, polio dan sejenisnya. Atau bencana alam seperti gempa, gunung meletus, tanah longsor dan banjir dimana- mana, bahkan naiknya harga-harga serta kesulitan hidup lainya, adalah buah dari krisis keimanan masyarakat. Termasuk kita. Iman itu sendiri, ibarat aliran listrik. Bila ia besar, ia mampu memberi kekuatan pada sumber listrik yang lain, bahkan mampu menyalakan lampu-lampu yang beraneka ragam. Begitu juga dengan konteks barokah. Orang yang imanya tinggi, secara individu atau kolektif (kaum atau bangsa), haaliyah , perilaku fisik dan batinya akan bisa memancarkan barokah bagi orang lain dan lingkunganya. NEGERI KITA NEGERI SUBUR. SUBUR APANYA? Negeri kita adalah negeri yang terkenal kesuburan tanahnya. Sumber alamnya melimpah. Apapun yang ditanam di tanah negeri ini, Insya Allah akan berbuah. Orang dulu menyebutnya sebagai negeri Gemah Ripah Loh Jinawi. Tanahnya subur, udaranya sejuk, dua musimnya baik. Dari sinilah sebenarnya slogan itu terlahir. Bahkan negeri tetangga memberi julukan lebih dengan julukan lebih indah lagi, Zamrud Khatulistiwa . Yang menunjukkan betapa indah, kaya dan berharganya negeri kita. Memang sangat meyakinkan. Tapi mari kita lihat kenyataan sekarang ini. Negeri subur, adil makmur itu kini tinggal slogan dan angan-angan belaka. Betapa tidak, negeri kita kini menjadi negeri sasaran ekspor Negara-negara tetangga. Beras, gula, buah-buahan, dan bahan-bahan makanan lainya saja kita masih tak mampu menyediakan sendiri. Yang nota bene bahan baku itu semua bisa tumbuh dan berkembang di tanah kita sendiri. Bukan hanya karena kita terikat kerjasama Internasional, tapi memang mental kita untuk menjadi produsen yang mandiri cukup memprihatinkan. Entah karena minimnya SDM kita, rendahnya etos kerja kita, atau mungkin juga karena hancurnya moral kita. Yang tampak subur dinegara kita saat ini adalah aneka kehancuran dan kemaksiatan. Tempat perjudian, prostitusi, pornografi, pornoaksi, hiburan-hiburan malam merenbak dimana-mana. Rasanya sudah tidak ada lagi tempat yang asri. Asri bukan karena banyaknya pohon, tapi asri karena pancaran jiwa-jiwa yang iman dan takwa. Di dunia alam, betapa langit yang kita tatap, bumi yang kita pijak, udara yang kita hirup, air yang kita minum tidak lagi mengandung barokah. Terlalu banyak kategori kerusakan alam untuk disebutkan satu persatu. Ekosistem mereka hancur. Pohon-pohon ditebangi, tanah dikeruk, karang-karang laut diangkut, udara penuh polusi. Semua ini membuat kondisi alam tidak lagi stabil. Akibatnya, kita-kita jualah yang jadi korban. Banir, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, cuaca tidak sesuai perkiraan, dan amuk alam lainya. Inilah barangkali yang dimaksud peringatan dalam Al Qur’an surat Ar Rum 41 : ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan- tangan jahil manusia. Sebagian dari perbuatan itu akhirnya dikembalikan lagi kepada mereka (berupa musibah dan bencana) agar mereka merasakan sebagaian akibat perbuatan mereka, dengan harapan semoga mereka kembali.” Kerusakan yang sengaja diciptakan oleh petualang kepentingan. Di jalur kekuasaan, bisnis, atau bahkan untuk dan atas nama kemanusiaan. BAROKAH HILANG KARENA DOSA Dosa adalah hijab. Dosa juga merupakan hutang. Siapa yang berbuat dosa berarti dia telah berhutang. Dan itu harus di bayar. Seringkali bayaranya adalah musibah, termasuk hilangnya barokah. Cepat atau lambat, bahkan saat itu juga, atau kita sudah lupa sekalipun. Karena Allah tidak pernah lupa akan dosa hamba-Nya. Sebagaimana dikatakan Abu Darda: ”Dan kethuilah bahwa kebaikan itu tidak akan pernah sirna dan sessungguhnya dosa itu tidak akan pernah dilupakan.” Barokah hilang juga adalah suatu isyarat. Kesulitan yang kita hadapi adalah perlambang bahwa kita sudah lama lupa bercermin. Bercermin dalam arti koreksi diri. Ketika Khalifah Umar bin Khattab berkuasa. Bencana yang hampir menyerupai kesulitan di negeri kita pernah terjadi. Kala itu, negeri yang di pimpin Khalifah Umar di landa kemarau panjang yang membuat banyak rakyat kelaparan, kebun-kebun dan sawah kering kerontang. Sementara hewan ternak mati bergelimpangan. Sang Khalifah pada waktu itu kemudian membujuk Sayyidina Abbas RA, paman Rasulullah SAW untuk memberikan petunjuk sekaligus bersedia memimpin doa masal di lapangan terbuka, yang diikuti seluruh rakyat dan pejebat Negara. Dalam doanya, Sayyidina Abbas munajat kepada Allah, dengan lebih dahulu berwasilah kepada kebesaran Rasulullah SAW; Yaa Allah! Sesungguhnya tidak akan turun suatu bencana kalau tidak karena dosa. Dan tidak akan lenyap bencana itu kalau tidak dengan taubat. Yaa Allah! Seluruh rakyat telah menghadapkan wajah kepada-Mu dengan perantaraanMu. Dan inilah tangan-tangan kami yang penuh dosa kami tengadahkan kepada-Mu. Dan ini pulalah kepala-kepala kami yang penuh taubat kami tundukkan kepada Engkau. Maka turunkanlah hujan kepada kami Yaa Allah..! Alhasil. Setelah doa itu selesai di ucapkan dan di amini seluruh rakyat, hujan pun mulai turun. Udara yang semula panas terasa sejuk. Tanah yang tadinya kering kerontang kini menjadi subur. Barokah negeri pun, kini mulai kembali. Hadits dan juga catatan sejarah di atas menjelaskan, bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara dosa dan barokah. Hubungan antara hilangnya barokah dengan perbuatan dosa yang dilakukan seseorang. Hubungan antara dosa dan rizki. Sebagaimana sabda Nabi SAW: ”Sesungguhnya, bisa saja seseorang terhalang rizkinya lantaran karena dosa yang ia lakukan.” (HR. Ibnu Hibban). Rasulullah SAW juga pernah mengungkapkan dosa-dosa yang mendatangkan siksa: ”Bagaimana tindakan kalian jika ada lima perkara yang terjadi di tengah kalian. Aku berlindung kepada Allah semoga kalian terhindar dari keadaan itu. Pertama, jika perzinahan dilakukan secara terang-terangan; Allah akan menurunkan penyakit yang tidak pernah ada obatnya dan kelaparan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kedua, jika suatu kaum telah berani tidak mengeluarkan zakat, maka hujan di langit akan di tahan. Kalaulah tidak ada binatang ternak, maka hujan itu tidak akan pernah turun. Ketiga, jika mereka telah mengurangi takaran dan timbangan, mereka akan disiksa bertahun-tahun dan kesulitan mendapatkan makanan pokok serta mempunyai pemimpin yang menyeleweng. Keempat, jika para pemimpinya tidak lagi berhukum kepada hukum Allah, maka Allah akan menguasakan musuh Islam menguasai mereka dan merampas apa yang mereka kuasai. Kelima, jika Al Qur’an dan As Sunnah telah disia-siakan, maka Allah akan menjadikan bahaya ditengah-tengah mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Memang sepantasnya dosa menjadi penghalang barokah atau kebaikan hidup. Karena dosa artinya pelanggaran dan hijab kepada (turunya fadhal) Allah. Karenanya, bila kita mengalami kesulitan hidup, ketika Negara kita dilanda musibah bertubi-tubi, cobalah untuk merenungi, berapa banyak dosa yang telah kita lakukan. Berapa kali kita telah bertaubat. Begitulah Islam mengajarkan kita. Bahwa kesulitan hidup tidak semata hanya dilihat dari sudut pandang fisik duniawi. Tidak karena kelesuan bisnis, karena pasar yang tidak bergairah. Atau karena cuaca dan alam yang tidak mendukung. Harus ada sudut pandang batin, sudut pandang keimanan. Bahwa hilangnya barokah dalam kehidupan kita, juga harus dilihat dari sudut dosa. Kalau barokah terasa sudah mulai hilang. Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Ini harus menjadi keprihatinan semua orang. Hilangnya barokah adalah tanggung jawab kita bersama. Maka merindukan kembalinya barokah adalah juga merindukan makna baru akan peningkatan iman dan ketaatan kita pada tingkat instansi sosial apapun, dirumah kita, di jalanan kita, di kampung kita, di negeri kita, juga ditanah kelahiran kita. Allahu a’lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BLOG SAHABATKU B*C
HADITS SHAHIH
HITAM DI DAHI PERLU DI WASPADAI
SELAMAT ULANG TAHUN
14 SUMBER BEBERAPA MACAM PENYAKIT
DUA AYAT DI MALAM HARI
TAMBAHAN LAFAD SAYYIDINA
SHALAT YG PALING BERAT DI ANTARA 5 WAKTU
CARA SHALAT BAB BACAAN TASYAHUD AKHIR
LARANGAN MENCACI WAKTU/MASA
UNTUK PARA SUAMI
KESALAHAN KESALAHAN PADA SHALAT JUMA'T
DAHSYAT NYA SURAH AL-IKHLAS
TATA CARA BERDO'A SESUAI TUNTUNAN
PELIHARA JENGGOT ADALAH PERINTAH
BERBAGI CINTA DAN ILMU UNTUK KITA DAN SAHABAT
Terbentuknya Jagat Raya Menurut Pandangan Al-Quran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar