di dalam diri- Mu aku tak lebur Hnya sekedar meditasi tk membaur Ah, rasanya....bukan begitu Engkau mendidik rasulmu Muhammad. Apa yang tak dijual di sini Mulai dari setitik debu Sampai sukma dan nurani Orang-orang menukarnya dengan merek-merek hampa Dengan benda-benda mati tanpa warna Pasar jagat ini telah menjauh dari teluk kelahirannya sendiri Terkukung di gunduk nafsu Yang tak menyempurnakan teriakannya. Karena itu, kepada sunah nabi-Mu aku berguru, Tak ingin terburu Walaupun aku bukanlah murid yang pandai Yang senantiasa memanjat gunung sinai dan bukit sidratul muntaha. Tapi aku tak hendak beranjak dari rerimbunan bunga. Yang memasuki relung gua kesunyian batinku. Karena itu bertahun aku mengembara ke langit-Mu yang jauh. Kukumpulkan air mata nabi- Mu Kubuat jadi manikam dan mutiara Yang bergemerencing dan berdenting dalam jiwaku Kemudian menjadi suluh Dan mengajarkan sang salik agar tak bakhil dan bathil. Di teluk batin yang begitu khofi Ketika sampai ke samudra- Mu, wahai Kekasih Ku sapa neraka dan surga Ku sapa Mika’il, Israfil, Raqib dan Atid Sementara itu, ku lihat sakaratil maut menyerengai di tangan Izrail Kupetik dawai-Mu lima kali agar khusuk beriktikaf di Baitul Makmur sambil mendengar-Mu berkata dan memanggil,
kemari, kemari...
Tak lama kemudian sayap Jibril menyelimuti batinku. Sambil memberikan pilihan Memasuki kesunyian pertapa Atau menjadi martir sejati Pilihan itu membuat gemuruh tasbihku menggelegar merindingkan sukma Genta malam mengiringiku merintihkan munajat Yang melelapkan ombak samudra di pangkuan bulan. Kupandangi malakut, kupandangi maut, agar makrifatku tak surut untuk akhirnya berbisik,
Terserah kehendak-Mu, wahai Kekasih....
Kini air tertegun di padang qalbu Semesta misik melambai mesra di gua hira Turun bersama angin subuh Tak kuhiraukan, agar purna semedi-ku agar sukmaku menjelma cahaya
Perkenalkan, Namaku: “ Cahaya”
JSIKURMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar